Pengertian Nuzulul Qur’an
Lafadz ‘Nuzul’ secara etimologi (bahasa) berarti ”menetap di satu tempat” atau “turun dari tempat yang tinggi”. Kata kerjanya ialah “nazala” yang artinya “dia telah turun” atau “dia menjadi tetamu”. Pengertian Nuzulul Qur’an secara terminology (istilah) yaitu Peristiwa diturunkannya wahyu Allah SWT (AL-Qur’an) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril as secara berangsur-angsur.
Sejarah terjadinya peristiwa Nuzul al-Qur’an terjadi pada malam Jum’at, 17 Ramadhan, di Gua Hira tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peristiwa itu dikisahkan dalam sebuah firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat: 185, yang artinya: “Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Qur’an, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan yang menjelaskan petunjuk serta menjelaskan perbedaan antara yang benar dan yang salah” (QS. Al-Baqarah: 185).
Tahapan Turunnya Al Qur’an
Yang dimaksud dengan Tahap-tahap diturunkannya Al-Qur’an adalah tertib dari fase-fase disampaikannya kitab Suci Al-Qur’an, mulai dari sisi allah SWT sampai kepada nabi Muhammad SAW. Kitab Suci ini tidak seperti kitab-kitab Suci sebelumnya. Karena, Kitab Suci ini kebanyakan diturunkan secara bertahap, sehingga betu-betul menunjukkan kemu’jizatannya. Selain itu, penyampaian Kitab Suci tersebut sangat luar biasa, yang tidak dipunyai oleh kitab-kitab sebelumnya. Proses-proses diturunkannya Al-Qur’an ada tiga fase atau tahapan, seperti yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Tahap Pertama
Tahapan Pertama, Al-qur’an diturunkan/ditempatkan ke Lauh Mahfudh. Lauh Mahfudh adalah suatu tempat dimana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti. Dalil yang mengisyaratkan bahwa Al-qur’an itu diletakkan di Lauh mahfudh itu ialah terdapat dalam firman Allah swt: “Bahkan (Yang didustakan mereka) itu yaitu Al-Qur’an yang mulia yang tersimpan di lauh mahfudh.” (QS. Al Buruj: 21 – 22). Tetapi berkaitan sejak kapan Al-quran ditempatkan di Lauh mahfudh, dan bagaimana caranya merupakan hal-hal ghaib tidak ada yang mampu mengetahuinya selain Allah SWT.
Tahapan Kedua
Tahapan kedua, Al-Qur’an singgah dari Lauh Mahfudh ke Baitul izzah di Langit dunia. Sehinggai, setelah berada di Lauh Mahfudh, Kitab Al-Qur’an itu letakkan ke Baitul Izzah di Langit dunia atau langit terdekat dengan bumi ini. Banyak dalil yang menjelaskan penurunan Al-Qur’an tahapan keduanya ini, baik dari ayat Al-Qur’an ataupun dari Hadits Nabi Muhammad saw, diantaranya adalah seperti dibawah ini:
"Sesungguhnya Kami menurunkan-Nya (Al-qur’an) pada suatu malam yang diberkahi." (QS. Ad-Dukhon: 3).
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan-Nya (Al-qur’an) pada malam kemuliaan." (QS. Al-Qadri: 1).
”(Beberapa hari itu) ialah Bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya diturunkan permulaan) Al-Qur’an”. (QS. Al-Baqarah: 185).
Tahapan Ketiga
Tahapan Ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari Baitul Izzah dilangit dunia langsung kepada Nabi Muhammad saw. Artinya, baik melalui perantaraan Malaikat Jibril, atau pun secara langsung ke dalam hati sanubari Nabi Muhammad saw, ataupun dari balik tabir. Firman Allah swt. Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi, di antaranya sebagai berikut:
”Dan sesungguhnya Kami telah menyinggahkan kepadamu ayat-ayat yang jelas.” (QS. Al-Baqarah: 99).
”Dia-lah yang menyinggahkan urunkan Al-Qur’an kepadamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah point-point isi Al-Qur’an, dan yang lain (ada ayat-ayat) yang mutasyabbihat.” (QS. Ali Imran: 7).
”Ia (Al-quran) itu dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibrl) ke dalam hatimu (Muhammad) supaya kamu menjadi salah seorang diantara orang–orang yang mengirim peringatan.” (QS. Asy-Syu’ara: 193-194).
”Sesungguhnya Al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW seraya berkata:” Wahai Rasulullah, bagaimanakah wahyu itu turun kepadamu? Maka Rasulullah SAW bersabda:” kadang-kadang datang kepadaku seperti gemurunnya bunyi lonceng, dan itu paling berat bagiku. Maka begitu berhenti bunyi itu dariku, aku telah merajai apa yang sudah diucapkannya. Dan kadang-kadang malaikat menyamar kepadaku sebagai laki-laki, lalu mengajak berbicara denganku. Maka aku kuasai apa yang diucapkannya.” Aisyah lalu berkata:” Saya pernah menyaksikan beliau wahyu pada hari yang sangat dingin, tetapi begitu selesai wahyu itu dari beliau, maka bercucurlah keringat dipelipis beliau.” [H.R. Al-Bukhari]
Pengertian al-Qur’an diturunkan dalam 7 huruf
Orang-orang Arab pada masa jahiliyah memiliki beberapa bahasa, mempunyai beberapa macam ejaan, mempunyai perlainan istilah dan cara walaupun bahasa yang digunakan mereka adalah bahasa golongan Quraisy. Al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa Quraisy yang dikagumi segenap bangsa Arab yang bermacam-macam qabilahnya. Dan Al-Qur’an juga diturunkan dengan memakai kalimat-kalimat bahasa yang selain dari bahasa Quraisy dan juga masyhur dalam masysarakat Arab agar mudah bagi kabilah-kabilah itu membaca Al-Qur’an dan mengucapkannya. Bahasa Arab yang masyhur pada waktu itu ada tujuh macam.
Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh dialek bahasa Arab. Akan tetapi yang selain dari lughot quraisy. Setelah Islam berdiri teguh, bahasa Quraisylah yang mendominasi bangsa Arab dan menjadi bahasa resmi bangsa arab. Sehingga di waktu khalifah Utsman menyuruh menyalin shuhuf al-Qur’an ke dalam mushaf, beliaupun menyuruh menyalin dan menulisnya dengan memakai bahasa Quraisy saja. Beliau bertindak demikian, melainkan karena bahasa Quraisy itu telah mempengaruhi segala dialek-dialek kabilah-kabilah Arab, juga karena untuk menghilangkan perselisihan-perselisihan yang akan terjadi lantaran menyebut dan membaca itu.
Bukti Sejarah Tentang Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap
Al-Qur’an merupakan sumber tujuan paling utama dalam ajaran Islam. Allah swt menurunkannya kepada nabi muhammad saw. Agar disampaikan kepada umat manusia. Hakikat diturunkannya al-qur’an yaitu menjadi acuan moral secara universal bagi umat manusia untuk memecahkan masalah sosial yang timbul ditengah-tengah masyarakat. Maka dari itu, al-qur’an secara kategoris dan tematik, dihadirkan untuk menjwab berbagai masalah aktual yang dihadapi masyarakat sesuai dengan konteks dan dinamika sejarahnya. Karena itu, masuk akal jika para mufasir setutu bahwa prosesi penurunan al-qur’an kemuka bumi dilakukan oleh Allah swt. Secara berangsur-angsur (gradual), tidak sekaligus, disesuaikan berdasarkan kapasitas intelektual serta konteks masalah yang dihadapi manusia. Graduasi penurunan Al-qur’an menjukkan tingkat kearifan serta kebesaran Allah swt., sekaligus membuktikan bahwa pewahyuan total pada satu waktu ialah sesuatu yang dikatakan mustahil, karena bertentangan dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang dho’if (lemah).
Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Secara Bertahap
Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Rasulullah saw. sekaligus satu kitab. Tapi secara berangsur-angsur, surat-persurat dan ayat-perayat. Sebagaimana yang kita ketahui segala sesuatu yang Allah kehendaki itu memiliki hikmah dan memiliki tujuan. Nah, begitu juga dengan proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap. Diantara hikmah atau tujuannya dijelaskan sebagai berikut:
(a). Untuk menguatkan hati Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Furqon ayat 32 yang artinya: “Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al-Qur’an itu tidak disinggahkan kepadanya sekali singgah saja?” demikianlah agar kami perkuat hatimu dengannya dan kami melafaskannya dengan tartil (teratur dan benar)”.
Ayat diatas menerangkan bahwa Allah memang sengaja menyinggahkan Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak singgah langsung berbentuk satu kitab dengan tujuan untuk meneguhkan hati Nabi Saw. Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap berdasarkan peristiwa, kondisi, serta situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, ialah Nabi Muhammad. Dengan itu turunnya malaikat kepada beliau juga lebih sering, yang tentunya dapat membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat senang dengan kegembiraan yang susah diungkapkan dengan kata-kata.
(b). Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari al-Qur’an
Allah menantang orang-orang kafir agar membuat satu surat saja yang sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak bisa membuat satu surat saja yang seperti al-Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.
(c). Supaya mudah dihafal dan dipahami
Dengan singgahnya al-Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah gampang bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih untuk orang-orang yang buta aksara (huruf) seperti orang-orang arab pada saat itu, Al-Qur’an turun secara bertahap tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya. Memang ayat-ayat al-Qur’an begitu suratnya turun oleh para sahabat langsung dihafalkan dengan baik, dipahami artinya, lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berbicara: “Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Sebab Jibril biasa singgah membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat”. (Hadist Riwayat Baihaqi)
(d). Supaya orang-orang mukmin termotivasi untuk menerima dan mengamalkannya
Kaum muslimin pada masa itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Apalagi pada saat ada kejadian yang sangat menuntut penyelesaian wahyu seperti ayat-ayat berkaitan kabar bohong yang disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah ummul mukminin Aisyah radiyallahu’anha, dan ayat-ayat tentang li’an.
(e). Mengiringi peristiwa-peristiwa di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum.
Al-Qur’an singgah secara berangsur-angsur, yaitu dimulai dari masalah-masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah yang penting. Karena masalah yang sangat pokok dalam Islam ialah masalah Iman, maka pertama kali yang diprioritaskan oleh Al-Qur’an adalah tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada kitab, iman kepada rasul, iman kepada hari akhir, kebangkitan dari kubur, surga dan neraka. Setelah akidah Islamiyah itu tumbuh serta mengakar di hati, baru Allah menyinggahkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak mulia dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai pada akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan serta hukum syari’ah lainnya. Begitulah peristiwa al-Qur’an diturunkan sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin untuk memperjuangkan agama Allah di muka bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam perjuangan ini.
Pemeliharaan Al-Qur’an
Sejarah penulisan dan pemeliharaan Al-Qur’an secara umum pada dasarnya dibagi menjadi empat masa. Pencatatan Al-Qur’an pada masa nabi, penghimpunannya di zaman Abu Bakar as-syidiq, penulisan Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan dan pencetakan Al-Qur’an pada abad ke-17 M.
Pada Masa Nabi
Pada masa Nabi muhammad, Al-Qur’an sebenarnya telah ditulis, karena setiap nabi mendapatkan Al-Qur’an dari malaikat jibril beliau menyuruh para sahabatnya agar menulisakan wahyu tersebut pada benda-benda yang bisa ditulis seperti kulit binatang, tulang belulang, pelepah kurma, batu-batu putih yang tipis dan lain sebagainya. Nabi memiliki sekitar empat penulis wahyu. Pada saat itu tulisan Al-Qur’an masih belum bertitik dan berharokat. Bentuk tulisannya (khot) kufi yang masih kaku sebagaimana (khot) yang ada pada waktu itu. Al-Qur’an juga belum berurutan ayat-ayat dan surat-suratnya, mengingat belum adanya kertas pada saat itu dan masih sedikitnya benda-benda untuk menulis. Dengan demikian, urutan surat dan ayat sudah banyak diketahui oleh para sahabat. Tidak berurutannya ayat-ayat dan surat Al-Qur’an pada masa itu juga dikarenakan nabi masih menanti bentuk terakhir dari Al-Qur’an. Nabi sendiri tidak mengetahui kapan terakhir Al-Qur’an diturunkan kepada beliau. Yang jelas, sebelum nabi wafat seluruh Al-Qur’an telah ditulis.
Pada Masa Khalifah Abu Bakar
Pada zaman Abu Bakar, Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis kembali. Penyebabnya yaitu kekhawatiran sahabat umar ketika banyak sahabat yang mati syahid pada peperangan yamamah, apabila hal ini berlangsung, maka akan banyak Al-Qur’an yang hilang dengan meninggalnya para sahabat. Dan akhirnya, sahabat umar mengusulkan kepada sahabat abu bakar untuk menuliskan Al-Qur’an. Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya abu bakar menyetujui usul tersebut dan memerintahkan kepada sahabat Zaid bin Tsabit untuk menulis kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang pernah ia tulis pada masa nabi. Setelah itu dikumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis di atas benda-benda pada masa nabi. Dan juga dikumpulkan dari hafalan para sahabat dan tulisan Al-Qur’an pada mereka. Setelah selesai mengumpilkannya barulah dinamakan “mushaf”. Meskipun begitu, dalam mushaf tersebut masih belum ada tanda baca, belum ada titik, dan lain sebagainya. Inilah jasa terbesar dari sahabat Abu bakar untuk islam.
Pada zaman Khalifah Utsman ibnu Affan
Ketika Utsman menjadi khalifah, Islam telah tersebar secara luas sampai Syam (Syiria), Basyrah (irak), dan lain-lain. Suatu ketika Utsman mengerahkan bala tentara islam dari Wilayah syam dan irak untuk menaklukan Armenia dan Azerbaijan. Ketika itu Hudzaifah ibn al-Yaman mengabarkan kepada khalifah bahwa diantara penduduk syam dan irak telah terjadi pertengkaran diakibatkan perbedaan bacaan Al-Qur’an. Lalu ia pun mengusulkan kepada Utsman untuk menyalin Al-Qur’an yang telah dihimpu Abu Bakar dan memperbanyak supaya disebarkan kepada kaum muslimin agar tidak terjadi perselisihan yang dapat merusak persatuan umat Islam. Setelah mengecek kebenaran berita yang disampaikan Hudzaifah, kemudian Utsman meminta shuhuf yang ada ditangan Hafsah untuk disalin dan diperbanyak. Kemudian Utsman membentuk panitia penyalin Mushaf Al-Qur’an yang diketuai Zaid bin tsabit dengan tiga anggaota yaitu: Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash serta abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam. Setelah tugas mereka selesai, maka khalifah Utsman memerintahkan uhtuk mengirimkan mushaf yang telah digandakan itu ke berbagai daerah Islam, dan memerintahkan agar membakar selain mushaf tersebut. Pembakaran tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya pertikaian dikalangan umat Islam. Adapun jumlah penggandaan mushaf utsman terdapat perbedaan Ulama’. Ada yang mengatakan empat buah, dan dikirim ke Kuffah, Bashrah, dan Syiria sedang yang satu dipegang oleh Utsam sendiri.
[Dari Ayoksinau.com]
0 Komentar